Kota Padang
PADANG | ||
(Dari atas, kiri ke kanan): Masjid Raya Sumatera Barat, Museum Adityawarman, panorama Kota Padang, Jalan Samudera di Pantai Padang, Jembatan Siti Nurbaya | ||
|
||
Semboyan: Padang Kota Tercinta | ||
|
||
Koordinat: 0°57′0″LU 100°21′11″BT | ||
Negara | Indonesia | |
Hari jadi | 7 Agustus 1669 | |
Pemerintahan | ||
• Wali kota | Mahyeldi Ansharullah | |
Populasi (2012)[1] | ||
• Total | 871.534 jiwa | |
Zona waktu | WIB (UTC+7) | |
Kode telepon | +62 751 | |
Kecamatan | 11[2] | |
Desa/kelurahan | 104 | |
Situs web | www.padang.go.id |
Sejarah Kota Padang tidak terlepas dari peranannya sebagai kawasan rantau Minangkabau, yang berawal dari perkampungan nelayan di muara Batang Arau lalu berkembang menjadi bandar pelabuhan yang ramai setelah masuknya Belanda di bawah bendera Vereenigde Oostindische Compagnie (VOC). Hari jadi kota ini ditetapkan pada 7 Agustus 1669, yang merupakan hari terjadinya pergolakan masyarakat Pauh dan Koto Tangah melawan monopoli VOC. Selama penjajahan Belanda, kota ini menjadi pusat perdagangan emas, teh, kopi, dan rempah-rempah. Memasuki abad ke-20, ekspor batu bara dan semen mulai dilakukan melalui Pelabuhan Teluk Bayur.
Saat ini Kota Padang menjadi pusat perekonomian dengan jumlah pendapatan per kapita tertinggi di Sumatera Barat.[3] Selain itu, kota ini juga menjadi pusat pendidikan dan kesehatan di wilayah Sumatera bagian tengah, disebabkan keberadaan sejumlah perguruan tinggi (termasuk Universitas Andalas, kampus tertua di luar Pulau Jawa) dan fasilitas kesehatan yang cukup lengkap. Di kalangan masyarakat Indonesia, nama kota ini banyak dikenal sebagai sebutan lain untuk etnis Minangkabau, dan juga digunakan untuk menyebut masakan khas mereka yang umumnya dikenal sebagai masakan Padang.[4]
Tidak ada komentar:
Posting Komentar